Jecqlin Mutiara

Kamis, 15 Maret 2012

Adversity Quotient


Adversity quotient merupakan bentuk kecerdasan yang melatar belakangi
kesuksesan seseorang dalam menghadapi sebuah tantangan disaat terjadi kesulitan
atau kegagalan. Penelitian tentang adversity quotient ini, dikembangkan berawal
dari keberagaman dunia kerja yang cukup kompleks dengan persaingan yang
cukup tinggi, sehingga banyak individu merasa stres menghadapinya. Individu
yang mengalami hal tersebut di karenakan kendali diri, asal usul dan pengakuan
diri, jangkauan, serta daya tahan yang kurang kuat dalam menghadapi kesulitan
dan permasalahan yang dirasa cukup sulit dalam hidupnya, biasanya berakhir
dengan kegagalan sehingga menjadi individu yang tidak kreatif dan kurang
produktif.
Istilah AQ (Adversity Quotient) ini dipopulerkan oleh Poul Stoltz1, dalam
bukunya yang berjudul Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi
Peluang, buku tersebut di susun berdasarkan pengalamanya terjun di dunia kerja
dan menjadi konsultan di dunia pendidikan selama beberapa tahun. Dengan
memanfaatkan tiga cabang Ilmu Pengetahuan Psikologi Kognitif*,

A. Adversity Quotient
       1. Pengertian Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz.
Seorang konsultan yang sangat terkenal dalam topic- topic kepemimpinan di
dunia kerja dan dunia pendidikan berbasis skill, Ia menganggap bahwa IQ dan EQ
yang sedang marak dibicarakan itu tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan
seseorang. Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga: quitter, camper, dan
climber. Penggunaan istilah ini memang berdasarkan pada sebuah kisah ketika
para pendaki gunung yang hendak menaklukan puncak Everest. Ia melihat ada
pendaki yang menyerah sebelum pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas
sampai pada ketinggian tertentu, dan ada pula yang benar-benar berkeinginan
menaklukan puncak tersebut. Dari pengalaman tersebut kemudian Stoltz
mengistilahkan orang yang berhenti di tengah jalan sebelum usai sebagai quitter,
kemudian mereka yang merasa puas berada pada posisi tertentu sebagai camper,
sedangkan yang terus ingin meraih kesuksesan ia disebut sebagai climber11.
Kecerdasan adversitas (AQ (Adversity Quotien)) adalah kecerdasan yang
dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan hidup. Dengan AQ seseorang bagai diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap
persoalan hidup untuk tidak berputus asa.12
Dalam kamus bahasa Inggris, kata “ adversity” di artikan dengan
kesengsaraan dan kemalangan, sedangkan “Intelegence” diartikan dengan
kecerdasan.13 Berdasar atas pengamatan Stoltz (1997)14, yang tidak semua orang
kemudian mampu menarik manfaat dari kapasitas IQ dan EQ, dan pada akhirnya
Stoltz menawarkan konsep Adversity Quotient (AQ). Secara ringkas Stoltz
mendefinisikan AQ sebagai kemampuan seseorang dalam mengamati kesulitan
dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga
menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya. Terutama dalam penggapaian
sebuah tujuan, cita-cita, harapan dan yang paling penting adalah kepuasan pribadi
dari hasil kerja/ aktifitas itu sendiri.15
Dalam buku Properthic Intelegence, di sebutkan kecerdasan Adversity
Quotient, merupakan sesuatu potensi di mana dengan potensi ini seseorang dapat
mengubah hambatan menjadi peluang lalu Ia menyatakan bahwa suksesnya suatu
pekerjaan dan hidup seseorang di tentukan oleh adversity quotient (AQ)16 Analisa
Stoltz AQ (Adversity Quotient) menggambarkan pola seseorang mengolah
tanggapan atas semua bentuk dan intensitas kesulitan, serta tragedi besar hingga
12 Sulaiman Al Kumayi,2006. Kecerdasan 99(Cara Meraih Kemenangan dan
Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah) h:118
13 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta.
14 Poul G. Stoltz, adalah seorang President of PEAK Learning Incorporated dan meraih
gelar doctor dalam bidang komunikasi, beliasu seorang pembicara dan konsultan yang sangat laris
untuk topic-topik kepemimpinan, kinerja perusahaan, dan karyawan pemasaran yang sukses dan
mengatasi kesulitan, dan sering mengadakan seminar dan lokakarya tentang AQ (Adversity
Quotient)yang dihadiri ribuan orang
15 Stoltz.Poul G. Adversity Quotient 2005 (Mengubah Hambatan Menjadi Peluang) h:10-
13.
16 Bakran Adz Dzakiey. Hamdani.2005.Prophertic Intelegence (Menumbuhkan Potensi
Hakiki Melalui Pengembangan Kesheatan Ruhani) h:605
gangguan sepele.17 Konsep baru ini menawarkan manfaat yang dapat diperoleh,
yaitu:
1. AQ menyatakan seberapa tegar seseorang menghadapi kemalangan dan
menerima sebuah tantangan
2. AQ memperkirakan siapa yang mampu mengatasi kemalangan tersebut dan
siapa yang akan terlibas.
3. AQ dapat memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan kinerja dan
potensinya dan siapa yang tidak.
4. AQ memperkirakan putus asa dan siapa yang bertahan
AQ mewujudkan dua komponen essensial yang amat praktis yaitu teori
Ilmiah dan aplikasi nyata, karena AQ terwujud dalam tiga bentuk yaitu:18
1. Keberhasilan konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan semua
aspek keberhasilan
2. Merupakan ukuran bagaimana seseorang merespon kemalangan
3. Merupakan alat untuk memperbaiki respon seseorang terhadap kemalangan.
Dengan demikian AQ mampu memprediksi seseorang atau individu pada
tampilan motivasi, pemberdayaan, kreativitas, produktivitas, pembelajaran,
energi, harapan, kegembiraan, vitalitas dan kesenangan, kesehatan mental,
kesehatan jasmani, daya tahan, fleksibilitas, perbaikan sikap, daya hidup dan
17 Op.cit Hal: 9
18 Riefameutia Tjut, 2005. kiat-kiat Memantapkan Adversity QuotientPada Siswa
Akseleras.hasil simpoium, seminar, dan temu konsultasi Tentang Akselerasi dan Anak Berbakat
Intelektual yang di bukukan yang diedit kembali dalam bentuk buku oleh Reni Akbar-Hawadi
dalam buku Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar Dan Anak Berbakat
Intelektual.Hal: 195 respon terhadap perubahan terutama dalam hal ini adalah siswa yang mempunyai kelebihan khusus, baik intelegency, kreatifitas, ataupun skill dan potensi lebih.
          2. Tipe-tipe Adversity Quotient
Stoltz, dengan konsep AQ begitu meyakinkan dan membagi manusia
dalam tiga kelompok19: sebagai berikut:
1. Quitters, (mereka yang berhenti). yaitu orang yang berhenti ditengah
pendakian, gampang putus asa, dan mudah menyerah, mudah puas dengan
pemuas kebutuhan dasar fisiologis saja, cenderung pasif, tidak bergairah untuk
mencapai puncak keberhasilan. Kelompok ini cenderung menolak perubahan
karena kapasitasnya yang minimal
2. Campers, (pekemah). Tidak mencapai puncak, sudah puas dengan apa yang
dicapai, orang seperti ini yang sedikit lebih baik dari quitters, yaitu masih
mengusahakan terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan keamanan dan
kebersamaan, serta masih bisa melihat dan merasakan tantangan20 pada skala
hirarki Maslow.kelompok ini juga tak tinggi kapasitasnya untuk perubahan
karena terdorong oleh ketakutan dan hanya mencari keamanan dan
kenyamanan. Dalam menghadapi kesulitan akan menimbang resiko dan
imbalan sehingga tak pernah mencapai apa yang seyogyanya dapat tercapai
dengan potensinya.
3. Climbers, (pendaki) yaitu orang yang selalu berupaya mencapai puncak
pendakian yaitu kebutuhan aktualisasi diri pada skala kebutuhan Maslow, siap

          3. Tingkatan Adversity Quotient
Dalam membantu membingkai tantangan yang dihadapi manusia dalam
hidup, disusun tiga aras adversity yang berbeda dengan kebanyakan model
piramida yang mulai dari dasar. Model ini mulai dipuncak terus kebawah kearah
individu. Dengan cara tersebut model ini menjelaskan dua dampak yaitu pertama
menggambarkan beban akumulatif mulai dari masyarakat, tempat kerja dan beban
individu yang dihadapi sehari hari. Model ini melukiskan kenyataan yang makin
jelas bahwa adversity itu sifatnya menerobos, nyata dan merupakan bagian yang tak dapat dihindari dari kehidupan22. Menurut (Stoltz, 2000) dalam tantangantantangan
yang dii hadapi oleh individu itu ada 3 tingkatan kesulitan dalam
bentuk piramida yaitu sebagai berikut:23
         4. Teori-teori Pendukung Adversity Quotient
Adapun theoretical building block AQ (Adversity Quotient) adalah
psikologi kognitif, neurophysiology, dan psikoneuroimmunologi.25 Sebagaimana
dijelaskan berikut:
1. Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
memperoleh, menstransformasi, merepresentasi, menyimpan dan mengenali
kembali pengetahuan, dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat dipakai
untuk merespon atau memecahkan masalah, berfikir, dan berbahasa26.
Orang yang merespon atau menganggap kemalangan itu abadi, bercakupan
luas, internal, dan diluar jangkauan kendali mereka akan menderita, sedangkan
yang menganggap kemalangan itu mudah berlalu, terbatas cakupannya,
eksternal dan dapat dikendalikan akan tumbuh kembang dan maju dengan
pesat. Respon seseorang terhadap kemalangan mempengaruhi semua faset
keefektifan, kinerja, dan sukses. Kiat berespon terhadap kemalangan dengan
pola bawah sadar dan konsisten, bila tidak diawasi, pola pola tersebut akan
menetap sepanjang hidup seseorang.
2. Neurophysiology
Ilmu ini menyumbang pengetahuan bahwa otak secara ideal dilengkapi sarana
membentuk kebiasaan kebiasaan, yang dapat dengan segera diinterupsi dan
diubah,27 dengan demikian kebiasaan seseorang merespon terhadap
kemalangan dapat diinterupsi dan segera diubah. Dengan demikian kebiasaan lama akan melemah dan kebiasaan baru bertumbuh dan berkembang dengan
peningkatan yang baik.
3. Psikoneurominologi
Ilmu ini menyumbangkan bukti-bukti adanya hubungan fungsional antara otak
dan system kekebalan, hubungan yang langsung dan terukur antara apa yang
difikirkan dan dirasakan individu terhadap kemalangan dengan kesehatan
mental dan fisik.28 Pada kenyataannya pikiran dan perasaan dimediasi oleh
neurotransmitter dan neuromodulator yang juga mengatur ketahanan tubuh.
Kendali diri itu sangat esensial untuk kesehatan dan panjang umur. Bagaimana
seseorang mengahadapi kemalangan mempengaruhi fungsi-fungsi kekebalan,
kesembuhan dari pembedahan dan kerentanan terhadap penyakit-penyakit
yang mengancam hidup. Pola respon yang lemah akan menimbulkan depresi.
Ketiga penopang teoritis diatas bersama sama membentuk AQ dengan
tujuan utama: timbulnya pengertian baru, tersedianya ukuran dan seperangkat alat
untuk meningkatkan efektifitas manusia menghadapi segala macam kendala
hidupnya.

1 komentar:

  1. Agan punya buku adversity quotient gak..
    Kalo ada boleh di beli gak. Lagi butuh buat skripsi nih..

    BalasHapus