Adversity
quotient merupakan
bentuk kecerdasan yang melatar belakangi
kesuksesan seseorang dalam
menghadapi sebuah tantangan disaat terjadi kesulitan
atau kegagalan. Penelitian
tentang adversity quotient ini, dikembangkan berawal
dari keberagaman dunia kerja yang
cukup kompleks dengan persaingan yang
cukup tinggi, sehingga banyak
individu merasa stres menghadapinya. Individu
yang mengalami hal tersebut di
karenakan kendali diri, asal usul dan pengakuan
diri, jangkauan, serta daya tahan
yang kurang kuat dalam menghadapi kesulitan
dan permasalahan yang dirasa
cukup sulit dalam hidupnya, biasanya berakhir
dengan kegagalan sehingga menjadi
individu yang tidak kreatif dan kurang
Istilah AQ (Adversity Quotient)
ini dipopulerkan oleh Poul Stoltz1, dalam
bukunya yang berjudul Adversity
Quotient Mengubah Hambatan Menjadi
Peluang, buku tersebut
di susun berdasarkan pengalamanya terjun di dunia kerja
dan menjadi konsultan di dunia
pendidikan selama beberapa tahun. Dengan
memanfaatkan tiga cabang Ilmu Pengetahuan Psikologi
Kognitif*,
A. Adversity
Quotient
1. Pengertian
Adversity Quotient
Adversity
Quotient (AQ)
dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz.
Seorang konsultan yang sangat
terkenal dalam topic- topic kepemimpinan di
dunia kerja dan dunia pendidikan
berbasis skill, Ia menganggap bahwa IQ dan EQ
yang sedang marak dibicarakan itu
tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan
seseorang. Stoltz mengelompokkan
individu menjadi tiga: quitter, camper, dan
climber. Penggunaan
istilah ini memang berdasarkan pada sebuah kisah ketika
para pendaki gunung yang hendak
menaklukan puncak Everest. Ia melihat ada
pendaki yang menyerah sebelum
pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas
sampai pada ketinggian tertentu,
dan ada pula yang benar-benar berkeinginan
menaklukan puncak tersebut. Dari
pengalaman tersebut kemudian Stoltz
mengistilahkan orang yang
berhenti di tengah jalan sebelum usai sebagai quitter,
kemudian mereka yang merasa puas
berada pada posisi tertentu sebagai camper,
sedangkan yang terus ingin meraih
kesuksesan ia disebut sebagai climber11.
Kecerdasan adversitas (AQ (Adversity
Quotien)) adalah kecerdasan yang
dimiliki seseorang dalam
mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan hidup. Dengan AQ seseorang bagai
diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap
persoalan hidup untuk tidak
berputus asa.12
Dalam kamus bahasa Inggris, kata “
adversity” di artikan dengan
kesengsaraan dan kemalangan,
sedangkan “Intelegence” diartikan dengan
kecerdasan.13 Berdasar atas
pengamatan Stoltz (1997)14, yang tidak semua orang
kemudian mampu menarik manfaat
dari kapasitas IQ dan EQ, dan pada akhirnya
Stoltz menawarkan konsep Adversity
Quotient (AQ). Secara ringkas Stoltz
mendefinisikan AQ sebagai
kemampuan seseorang dalam mengamati kesulitan
dan mengolah kesulitan tersebut
dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga
menjadi sebuah tantangan untuk
menyelesaikannya. Terutama dalam penggapaian
sebuah tujuan, cita-cita, harapan
dan yang paling penting adalah kepuasan pribadi
dari hasil kerja/ aktifitas itu
sendiri.15
Dalam buku Properthic
Intelegence, di sebutkan kecerdasan Adversity
Quotient, merupakan sesuatu
potensi di mana dengan potensi ini seseorang dapat
mengubah hambatan menjadi peluang
lalu Ia menyatakan bahwa suksesnya suatu
pekerjaan dan hidup seseorang di
tentukan oleh adversity quotient (AQ)16 Analisa
Stoltz AQ (Adversity Quotient)
menggambarkan pola seseorang mengolah
tanggapan atas semua bentuk dan
intensitas kesulitan, serta tragedi besar hingga
12 Sulaiman Al Kumayi,2006. Kecerdasan
99(Cara Meraih Kemenangan dan
Ketenangan Hidup
Lewat Penerapan 99 Nama Allah) h:118
13 John M. Echols dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta.
14 Poul G. Stoltz, adalah seorang
President of PEAK Learning Incorporated dan meraih
gelar doctor dalam bidang
komunikasi, beliasu seorang pembicara dan konsultan yang sangat laris
untuk topic-topik kepemimpinan,
kinerja perusahaan, dan karyawan pemasaran yang sukses dan
mengatasi kesulitan, dan sering
mengadakan seminar dan lokakarya tentang AQ (Adversity
Quotient)yang dihadiri ribuan
orang
15 Stoltz.Poul G. Adversity
Quotient 2005 (Mengubah Hambatan Menjadi Peluang) h:10-
13.
16 Bakran Adz Dzakiey.
Hamdani.2005.Prophertic Intelegence (Menumbuhkan Potensi
Hakiki Melalui Pengembangan Kesheatan Ruhani) h:605
gangguan sepele.17 Konsep baru
ini menawarkan manfaat yang dapat diperoleh,
yaitu:
1. AQ menyatakan seberapa tegar
seseorang menghadapi kemalangan dan
menerima sebuah tantangan
2. AQ memperkirakan siapa yang
mampu mengatasi kemalangan tersebut dan
siapa yang akan terlibas.
3. AQ dapat memperkirakan siapa
yang dapat melampaui harapan kinerja dan
potensinya dan siapa yang tidak.
4. AQ memperkirakan putus asa dan
siapa yang bertahan
AQ mewujudkan dua komponen essensial
yang amat praktis yaitu teori
Ilmiah dan aplikasi nyata, karena
AQ terwujud dalam tiga bentuk yaitu:18
1. Keberhasilan konseptual baru
untuk memahami dan meningkatkan semua
aspek keberhasilan
2. Merupakan ukuran bagaimana
seseorang merespon kemalangan
3. Merupakan alat untuk
memperbaiki respon seseorang terhadap kemalangan.
Dengan demikian AQ mampu
memprediksi seseorang atau individu pada
tampilan motivasi, pemberdayaan,
kreativitas, produktivitas, pembelajaran,
energi, harapan, kegembiraan,
vitalitas dan kesenangan, kesehatan mental,
kesehatan jasmani, daya tahan,
fleksibilitas, perbaikan sikap, daya hidup dan
17 Op.cit Hal: 9
18 Riefameutia Tjut, 2005. kiat-kiat
Memantapkan Adversity QuotientPada Siswa
Akseleras.hasil simpoium,
seminar, dan temu konsultasi Tentang Akselerasi dan Anak Berbakat
Intelektual yang di bukukan yang
diedit kembali dalam bentuk buku oleh Reni Akbar-Hawadi
dalam buku Akselerasi A-Z
Informasi Program Percepatan Belajar Dan Anak Berbakat
Intelektual.Hal: 195 respon terhadap perubahan
terutama dalam hal ini adalah siswa yang mempunyai kelebihan khusus, baik
intelegency, kreatifitas, ataupun skill dan potensi lebih.
2. Tipe-tipe
Adversity Quotient
Stoltz, dengan konsep AQ begitu
meyakinkan dan membagi manusia
dalam tiga kelompok19: sebagai
berikut:
1. Quitters, (mereka yang
berhenti). yaitu orang yang berhenti ditengah
pendakian, gampang putus asa, dan
mudah menyerah, mudah puas dengan
pemuas kebutuhan dasar fisiologis
saja, cenderung pasif, tidak bergairah untuk
mencapai puncak keberhasilan.
Kelompok ini cenderung menolak perubahan
karena kapasitasnya yang minimal
2. Campers, (pekemah).
Tidak mencapai puncak, sudah puas dengan apa yang
dicapai, orang seperti ini yang
sedikit lebih baik dari quitters, yaitu masih
mengusahakan terpenuhinya
kebutuhan rasa aman dan keamanan dan
kebersamaan, serta masih bisa
melihat dan merasakan tantangan20 pada skala
hirarki Maslow.kelompok ini juga
tak tinggi kapasitasnya untuk perubahan
karena terdorong oleh ketakutan
dan hanya mencari keamanan dan
kenyamanan. Dalam menghadapi
kesulitan akan menimbang resiko dan
imbalan sehingga tak pernah
mencapai apa yang seyogyanya dapat tercapai
dengan potensinya.
3. Climbers, (pendaki)
yaitu orang yang selalu berupaya mencapai puncak
pendakian yaitu kebutuhan aktualisasi
diri pada skala kebutuhan Maslow, siap
3. Tingkatan
Adversity Quotient
Dalam membantu membingkai
tantangan yang dihadapi manusia dalam
hidup, disusun tiga aras
adversity yang berbeda dengan kebanyakan model
piramida yang mulai dari dasar.
Model ini mulai dipuncak terus kebawah kearah
individu. Dengan cara tersebut
model ini menjelaskan dua dampak yaitu pertama
menggambarkan beban akumulatif
mulai dari masyarakat, tempat kerja dan beban
individu yang dihadapi sehari
hari. Model ini melukiskan kenyataan yang makin
jelas bahwa adversity itu
sifatnya menerobos, nyata dan merupakan bagian yang tak dapat dihindari dari
kehidupan22. Menurut (Stoltz, 2000) dalam tantangantantangan
yang dii hadapi oleh individu itu
ada 3 tingkatan kesulitan dalam
bentuk piramida yaitu sebagai berikut:23
4. Teori-teori
Pendukung Adversity Quotient
Adapun theoretical building
block AQ (Adversity Quotient) adalah
psikologi kognitif,
neurophysiology, dan psikoneuroimmunologi.25 Sebagaimana
dijelaskan berikut:
1. Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif merupakan ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang
memperoleh, menstransformasi,
merepresentasi, menyimpan dan mengenali
kembali pengetahuan, dan
bagaimana pengetahuan tersebut dapat dipakai
untuk merespon atau memecahkan
masalah, berfikir, dan berbahasa26.
Orang yang merespon atau
menganggap kemalangan itu abadi, bercakupan
luas, internal, dan diluar
jangkauan kendali mereka akan menderita, sedangkan
yang menganggap kemalangan itu
mudah berlalu, terbatas cakupannya,
eksternal dan dapat dikendalikan
akan tumbuh kembang dan maju dengan
pesat. Respon seseorang terhadap
kemalangan mempengaruhi semua faset
keefektifan, kinerja, dan sukses.
Kiat berespon terhadap kemalangan dengan
pola bawah sadar dan konsisten,
bila tidak diawasi, pola pola tersebut akan
menetap sepanjang hidup
seseorang.
2. Neurophysiology
Ilmu ini menyumbang pengetahuan
bahwa otak secara ideal dilengkapi sarana
membentuk kebiasaan kebiasaan,
yang dapat dengan segera diinterupsi dan
diubah,27 dengan demikian
kebiasaan seseorang merespon terhadap
kemalangan dapat diinterupsi dan
segera diubah. Dengan demikian kebiasaan lama akan melemah dan kebiasaan baru
bertumbuh dan berkembang dengan
peningkatan yang baik.
3. Psikoneurominologi
Ilmu ini menyumbangkan
bukti-bukti adanya hubungan fungsional antara otak
dan system kekebalan, hubungan
yang langsung dan terukur antara apa yang
difikirkan dan dirasakan individu
terhadap kemalangan dengan kesehatan
mental dan fisik.28 Pada
kenyataannya pikiran dan perasaan dimediasi oleh
neurotransmitter dan
neuromodulator yang juga mengatur ketahanan tubuh.
Kendali diri itu sangat esensial
untuk kesehatan dan panjang umur. Bagaimana
seseorang mengahadapi kemalangan
mempengaruhi fungsi-fungsi kekebalan,
kesembuhan dari pembedahan dan
kerentanan terhadap penyakit-penyakit
yang mengancam hidup. Pola respon
yang lemah akan menimbulkan depresi.
Ketiga penopang teoritis diatas
bersama sama membentuk AQ dengan
tujuan utama: timbulnya
pengertian baru, tersedianya ukuran dan seperangkat alat
untuk meningkatkan efektifitas
manusia menghadapi segala macam kendala
hidupnya.
Agan punya buku adversity quotient gak..
BalasHapusKalo ada boleh di beli gak. Lagi butuh buat skripsi nih..